Apa Itu Istidraj?
Istidraj artinya
suatu jebakan berupa kelapangan rezeki padahal yang diberi dalam keadaan terus
menerus bermaksiat pada Allah.
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu
‘anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا رَأَيْتَ اللهَ تَعَالَى يُعْطِي الْعَبْدَ مِنَ
الدُّنْيَا مَا يُحِبُّ وَهُوَ مُقِيمٌ عَلَى مَعَاصِيْهِ فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِنهُ
اسْتِدْرَاجٌ
“Bila kamu melihat Allah memberi
pada hamba dari (perkara) dunia yang diinginkannya, padahal dia terus berada
dalam kemaksiatan kepada-Nya, maka (ketahuilah) bahwa hal itu adalah istidraj
(jebakan berupa nikmat yang disegerakan) dari Allah.” (HR. Ahmad 4: 145.
Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan dilihat
dari jalur lain).
Allah Ta’ala berfirman,
فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ
أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ
بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ
“Maka tatkala mereka melupakan
peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua
pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan
apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan
sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (QS.
Al An’am: 44)
Kisah Pemilik Kebun yang Diberi Nikmat yang Sebenarnya Istidraj
Kisah Pemilik Kebun yang Diberi Nikmat yang Sebenarnya Istidraj
Disebutkan dalam surat Al Qalam
kisah pemilik kebun berikut ini,
إِنَّا بَلَوْنَاهُمْ كَمَا بَلَوْنَا أَصْحَابَ الْجَنَّةِ
إِذْ أَقْسَمُوا لَيَصْرِمُنَّهَا مُصْبِحِينَ (17) وَلَا يَسْتَثْنُونَ (18)
فَطَافَ عَلَيْهَا طَائِفٌ مِنْ رَبِّكَ وَهُمْ نَائِمُونَ (19) فَأَصْبَحَتْ
كَالصَّرِيمِ (20) فَتَنَادَوْا مُصْبِحِينَ (21) أَنِ اغْدُوا عَلَى حَرْثِكُمْ
إِنْ كُنْتُمْ صَارِمِينَ (22) فَانْطَلَقُوا وَهُمْ يَتَخَافَتُونَ (23) أَنْ لَا
يَدْخُلَنَّهَا الْيَوْمَ عَلَيْكُمْ مِسْكِينٌ (24) وَغَدَوْا عَلَى حَرْدٍ
قَادِرِينَ (25) فَلَمَّا رَأَوْهَا قَالُوا إِنَّا لَضَالُّونَ (26) بَلْ نَحْنُ
مَحْرُومُونَ (27) قَالَ أَوْسَطُهُمْ أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ لَوْلَا تُسَبِّحُونَ
(28) قَالُوا سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنَّا كُنَّا ظَالِمِينَ (29) فَأَقْبَلَ
بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ يَتَلَاوَمُونَ (30) قَالُوا يَا وَيْلَنَا إِنَّا كُنَّا
طَاغِينَ (31) عَسَى رَبُّنَا أَنْ يُبْدِلَنَا خَيْرًا مِنْهَا إِنَّا إِلَى
رَبِّنَا رَاغِبُونَ (32) كَذَلِكَ الْعَذَابُ وَلَعَذَابُ الْآَخِرَةِ أَكْبَرُ
لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ (33)
17.
Sesungguhnya Kami telah mencobai
mereka (musyrikin Mekah) sebagaimana Kami telah mencobai pemilik-pemilik kebun,
ketika mereka bersumpah bahwa mereka sungguh-sungguh akan memetik (hasil)-nya
di pagi hari,
18.
dan mereka tidak menyisihkan (hak
fakir miskin),
19.
lalu kebun itu diliputi malapetaka
(yang datang) dari Rabbmu ketika mereka sedang tidur,
20.
maka jadilah kebun itu hitam seperti
malam yang gelap gulita.
21.
lalu mereka panggil memanggil di
pagi hari:
22.
“Pergilah di waktu pagi (ini) ke
kebunmu jika kamu hendak memetik buahnya.”
23.
Maka pergilah mereka saling
berbisik-bisik.
24.
“Pada hari ini janganlah ada seorang
miskin pun masuk ke dalam kebunmu.”
25.
Dan berangkatlah mereka di pagi hari
dengan niat menghalangi (orang-orang miskin) padahal mereka (menolongnya).
26.
Tatkala mereka melihat kebun itu,
mereka berkata: “Sesungguhnya kita benar-benar orang-orang yang sesat (jalan),
27.
bahkan kita dihalangi (dari
memperoleh hasilnya)
28.
Berkatalah seorang yang paling baik
pikirannya di antara mereka: “Bukankah aku telah mengatakan kepadamu, hendaklah
kamu bertasbih (kepada Tuhanmu)
29.
Mereka mengucapkan: “Maha Suci Rabb
kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim.”
30.
Lalu sebahagian mereka menghadapi
sebahagian yang lain seraya cela mencela.
31.
Mereka berkata: “Aduhai celakalah
kita; sesungguhnya kita ini adalah orang-orang yang melampaui batas.”
32.
Mudah-mudahan Rabb kita memberikan
ganti kepada kita dengan (kebun) yang lebih baik daripada itu; sesungguhnya
kita mengharapkan ampunan dari Rabb kita.
33.
Seperti itulah azab (dunia). Dan
sesungguhnya azab akhirat lebih besar jika mereka mengetahui. (QS. Al Qalam:
17-33).
Syaikh As Sa’di rahimahullah menerangkan,
“Kisah di atas menunjukkan bagaimanakah akhir keadaan orang-orang yang
mendustakan kebaikan. Mereka telah diberi harta, anak, umur yang panjang serta
berbagai nikmat yang mereka inginkan. Semua itu diberikan bukan karena mereka
memang mulia. Namun diberikan sebagai bentuk istidraj tanpa mereka sadari.“ (Tafsir
As Sa’di, hal. 928)
Ciri-ciri
Istidraj :
1.
Kenikmatan
Duniawi Melimpah Ruah Padahal Keimanan Terus Menurun
Ketika Allah senantiasa memberikan kenikmatan-kenikmatan
duniawi pada seseorang sedangkan keimanannya terus turun itu adalah salah satu
ciri dari istidraj. Selain itu, kenikmatan duniawi yang dirasakan oleh seseorang
yang beriman dengan yang tidak beriman rasanya akan berbeda. Seseorang yang
beriman akan senantiasa bersyukur dan mendapati ketenangan yang sangat
menentramkan dalam hidupnya akan tetapi hal tersebut tidak akan dirasakan oleh
orang yang tidak beriman, mereka hanya akan merasa kurang dan gelisah walaupun
tengah menikmati semua kemudahan dan kebahagiaan yang Allah berikan.
2.
Rejeki
Terus Lancar Dan Meningkat Padahal Ibadahnya Selalu Diabaikan
Ketika seseorang yang selalu meninggalkan ibadahnya secara
sengaja namun rejekinya terus mengalir lancar maka hal tersebut termasuk ke
dalam ciri-ciri dari istidraj.
3.
Hidup
Sukses Dan Sejahtera Padahal Selalu Bermaksiat
Istidraj sangat jelas dalam perkara ini karena perbuatan
maksiat pangkalnya adalah kehancuran dan penderitaan. Namun ketika maksiat
terus dilakukan sedangkan kehidupan di dunianya semakin sukses dan sejahtera
maka hal tersebut adalah kemurahan hati yang Allah berikan dalam bentuk
istidraj.
4.
Hartanya
Semakin Melimpah Ruah Padahal Kikir Dan Boros
Kebanyakan orang malah merasa bahwa harta yang ia dapatkan
adalah miliknya seorang saja sehingga ia merasa terlalu sayang jika hartanya
harus dibagi dengan orang lain walaupun dalam bentuk sedekah atau zakat
sekalipun. Maka jika Allah masih bermurah hati menjaga harta untuknya, itu
adalah salah satu ciri ujian dalam bentuk istidraj.
5.
Jarang
Terkena Musibah Sakit
untuk
orang-orang yang sedang mendapatkan ujian istidraj biasanya jarang jatuh sakit
karena hikmah dari sakit salah satunya adalah meringankan kita dari dosa-dosa
yang kita lakukan.
Imam
Syafi’I pernah mengatakan mengenai perkara ini bahwa:
“setiap
orang pasti pernah mengalami sakit suatu ketika dalam hidupnya, jika engkau
tidak pernah sakit maka tengoklah ke belakang mungkin ada yang salah dengan
dirimu.”
6.
Sombong
Dan Tinggi Hati Dengan Harta Yang Bergelimang
Harta yang bergelimang sangat
berpotensi membuat kita menjadi tinggi hati dan sombong, merasa lebih hebat
serta lebih mampu bahkan bisa sampai menganggap orang lain remeh karena tidak
memiliki harta yang sebanding dengan apa yang kita miliki.
Rasululah s.a.w. bersabda : “Di
antara tanda-tanda kesengsaraan adalah mata yang beku, hati yang kejam, dan
terlalu memburu kesenangan dunia serta orang yang terus-menerus melakukan
perbuatan dosa”. (HR. Al Hakim)
Sumber :
https://rumaysho.com/10828-istidraj-jebakan-berupa-limpahan-rezeki-karena-bermaksiat.html
https://dalamislam.com/info-islami/ciri-istidraj-dalam-islam
https://rumaysho.com/10828-istidraj-jebakan-berupa-limpahan-rezeki-karena-bermaksiat.html
https://dalamislam.com/info-islami/ciri-istidraj-dalam-islam
0 komentar:
Posting Komentar